Tipskesehatanmu.com - Seiring dengan bertambahnya usia, kesehatan pendengaran menusia mengalami penurunan, akibat proses penuaan. Untuk itulah, pemeriksaan pendengaran semestinya harus dilakukan secara berkala untuk menghindari ─atau paling tidak meminimalisir─ terjadinya gangguan kesehatan pendengaran yang tidak diinginkan.
Tidak terkecuali Anda yang sudah memasuki usia senja, Anda yang masih muda juga harus melakukan pemeriksaan telinga, terutama Anda yang mempunyai beberapa faktor risiko. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya penyakit yang lebih parah di kemudian hari.
Namun demikian, bagi lansia, pemeriksaan pendengaran rutin adalah hal yang wajib dilakukan, terutama bagi Anda yang tidak ingin tuli parah. Pemeriksaan pendengaran ini paling tidak setiap ½-1 tahun sekali ke dokter ahli THT harus dilakukan.
Banyak metode yang dapat Anda lakukan untuk mengecek kemampuan pendengaran Anda. Beberapa metode tersebut ialah sebagai berikut.
Tes berbisik (whispering test)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan derajat ketulian secara kasar. Whispering test sendiri dapat diartikan sebagai pemeriksaan pada pendengaran yang dalam praktiknya menggunakan pengucapan suara-suara lirih. Anda bisa mengucapkan kata-kata dengan cara berbisik-bisik kepada orang yang diperiksa.
Pemeriksaan whispering test ini membutuhkan ruangan yang tenang, bahkan juga harus luas. Paling tidak, panjang ruangan pemeriksaan harus mencapai minimal 6 meter.
Cara melakukan pemeriksaan ini adalah dengan membisikkan kata-kata yang mengandung huruf lunak dan huruf desis. Selanjutnya, jarak antara penderita dengan pembisik akan diukur saat penderita bisa mengulangi suara yang dibisikkan dengan benar oleh pembisik.
Untuk orang dengan pendengaran normal, mereka akan mendengar suara tersebut pada jarak 6 s/d 10 meter hingga 80%. Nah, jika penderita hanya mendengar kurang dari 5–6 meter, ini menandakan terjadi masalah dengan pendengarannya.
Untuk itu, jika penderita tidak bisa mendengarkan suara yang mengandung huruf lunak, ini menandakan penderita mengalami tuli konduksi. Sedangkan jika penderita tidak dapat mendengar suara yang mengandung huruf desis, ini menandakan bahwa penderita mengalami tuli persepsi.
Tes garpu tala
Tes garpu tala dilakukan dengan menggunakan seperangkat garpu tala (biasanya menggunakan 5 buah) dengan frekuensi dari rendah hingga tinggi (128 HZ—2048 Hz). Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi fungsi dan ketajaman pendengaran secara kualitatif.
Adapun cara melakukan pemeriksaan dengan garpu tala ini ialah di mana garpu tala yang sudah digetarkan akan diletakkan di atas kepala probandus. Nah, probandus ini akan mendengar suara getaran garpu tala tersebut. Semakin lama, suara garpu tala akan terdengar semakin hingga hilang sama sekali.
Pada saat suara garpu tala tidak terdengar sama sekali, garpu tala tersebut akan dipindah ke atas kepala orang yang diketahui mempunyai ketajaman pendengaran normal (pembanding). Pada pembanding tersebut akan didapati dua kemunginan, bisa saja dia akan mendengar suara garpu tala namun juga bisa tidak.
Tes garpu tala ini mempunyai banyak macam, seperti tes rinne, tes weber, dan tes schwabach.
Tes dengan Audiometri
Tes audiometri adalah pemeriksaan pendengaran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik (audiometer) untuk menentukan jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar). Pada umumnya, tes ini dilakukan untuk mengetahui ambang dengar.
Pemeriksaan audiometri ini terdiri dari tiga jenis, audiometri nada murni, audiometri tutur, dan audiometri bermain. Dan dewasa ini, pemeriksaan yang paling banyak dilakukan adalah pemeriksaan dengan audiometri nada murni. Tes ini dilakukan dengan menggunakan audiometer yang otomatis ataupun manual.
Adapun cara melakukan meperiksaan dengan audiometri nada murni ialah di mana pemeriksa memberikan stimulus suara. Suara ini berfrekuensi 1kHz pada intensitas atau kekerasan tertentu di mana hal ini kemudian diukur dalam dB (decibell). Selanjutnya akan diketahui kondisi ketajaman pendengaran penderita.
Dalam konteks ini, jika saat pemeriksaan ini penderita tidak bisa mendengar pada suara stimulasi tersebut, intensitas suara bisa dinaikkan secara berkala hingga penderita bisa mendengar terhadap suara tersebut.
Tetapi jika penderita bisa mendengar suara tersebut, pemeriksa akan menurunkan intensitas suara. Hal ini kemudian akan terus diulang naik-turun sampai penderita memberikan respon mendengar dengan konstan pada suara terkecil.
0 comments:
Post a Comment